Ditulis oleh Niveditha Kesavan, HR Digital Strategy and Value Advisor, SAP
(Bagian dari seri “Navigating Disruption Today, Planning for Tomorrow”)
Ide dan asumsi tradisional tentang definisi kerja jarak jauh selalu dipertanyakan. Pada akhirnya, tuntutan mendesak pada hari-hari normal membuat para pemimpin organisasi memaksa HR untuk mengesampingkan pembahasan ini tanpa kejelasan kapan akan dibahas lagi.
Faktanya, diperlukan sebuah pandemi global untuk mengubah pemikiran ini menjadi rencana strategis untuk memastikan kelangsungan hidup sebuah bisnis. Para pemimpin di divisi HR sekarang berkolaborasi dengan CEO, presiden, atau owner mereka untuk mengusulkan, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan kebijakan kerja dari rumah (WFH) yang bertujuan untuk menjaga karyawan merasa aman, berdaya, dan produktif.
Sebelum tingkat infeksi COVID-19 mencapai tingkat pandemi, 29% perusahaan menengah meningkatkan atau menambahkan praktik kerja yang fleksibel, menurut Oxford Economics. Sekarang, saat langkah-langkah untuk social distancing, stay at home, dan pengurangan lini bisnis kurang penting diterapkan secara luas di seluruh dunia, persentase di atas tersebut akan meningkat secara eksponensial sementara perusahaan mencoba untuk tetap membuka pintu bisnis mereka.
Melindungi karyawan membantu memastikan keberlangsungan suatu bisnis
Sayangnya, perubahan signifikan seperti itu tidak terjadi tanpa hambatan. Tekanan terhadap kegiatan anak-anak yang menjadi homeschooling, menyesuaikan jadwal antara pasangan rumah tangga, dan memperhatikan kebutuhan bisnis dapat membuat hidup tampak kacau. Dari berkolaborasi dengan kolega hingga menerapkan rutinitas yang mendorong produktivitas, tenaga kerja inilah yang mungkin mendapati bahwa mereka tidak dapat mempertahankan pengalaman kerja maksimal jika menjadikan kantor ada di rumah. Sementara itu, karyawan yang tinggal sendiri mungkin merasa kesepian dan kelelahan setelah bekerja terlalu keras karena kesepian.
Para pemimpin HR dapat mengatasi realitas kontraproduktif ini dengan membangun komunitas tenaga kerja kolaboratif, melanjutkan pengembangan dan pelatihan bakat, dan terus memperbarui rencana dan harapan karyawan dengan menggunakan empat strategi langkah berikut.
#1 Menanggapi
Pertama dan yang terpenting, para pemimpin HR harus mengatasi krisis yang muncul ke karyawan, manajer, kepemimpinan, dan manajemen. Langkah darurat dan critical seperti ini membutuhkan akses real-time data dari seluruh lini perusahaan sehingga memudahkan penemuan masalah terhadap pekerja, kemudian, melakukan tindakan pencegahan untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan mental pekerja tersebut.
Selain itu, tim HR perlu memastikan bahwa kebijakan WFH menyeimbangkan ekspektasi organisasi dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja nya. Karyawan perlu terlibat dalam komunikasi yang jujur tentang pengalaman WFH mereka untuk membatasi kecemasan yang tidak perlu dan meminimalkan dampak negatif pada produktivitas.
#2 Bersandar
Karena banyak perusahaan membuat kebijakan WFH dengan cepat dan menyempurnakannya sesuai kebutuhan saja, strategi jangka pendek tersebut harus mendukung kesejahteraan atau kebaikan fisik, emosional, mental, dan finansial seluruh tenaga kerja, termasuk karyawan tetap dan paruh waktu. HR harus mendorong para manajer untuk sering melakukan pertemuan dengan tim mereka, menanyakan kabar pekerjanya, dan mendengarkan secara empati untuk membangun kepercayaan dan keamanan psikologis.
Mempertahankan jalur komunikasi yang terbuka dan menumbuhkan rasa kebersamaan adalah hal terpenting untuk memaksimalkan produktivitas dan memastikan bahwa bisnis terus bergerak maju saat pemulihan dimulai. Misalnya, alat kolaborasi, seperti Remote Work Pulse, dapat digunakan untuk memeriksa kesejahteraan tenaga kerja dengan real-time mobile experience. Para pemimpin HR dapat bertanya kepada setiap karyawan tentang keselamatan mereka, apakah mereka memiliki resource dan informasi yang tepat untuk menyelesaikan pekerjaan, dan apakah mereka merasa produktif dan berhasil.
#3 Melengkapi
Banyak industri melakukan PHK dan cuti besar-besaran. Saat-saat seperti ini membawa dampak berkelanjutan seperti, kehilangan pekerjaan, restrukturisasi, dan banyak masalah keuangan dan manusia yang sulit. Para pemimpin HR dapat membantu meringankan transisi ini dengan merancang dan melaksanakan rencana pelatihan yang dapat meningkatkan dan memperlengkapi kembali karyawan agar mereka tetap dipekerjakan dalam peran baru atau bidang bisnis lainnya. Teknologi mutakhir, seperti Talent Exchange, dapat membantu menemukan peluang lain bagi tenaga kerja yang tersisihkan.
Dengan predictive analytics, tim HR dapat menjalankan simulasi untuk memodelkan beberapa skenario kepegawaian tenaga kerja. Mereka dapat menyesuaikan strategi organisasi berdasarkan bagaimana dan di mana pandemi berkembang, yang dapat menggeser atau mengubah persyaratan untuk melakukan penambahan jumlah tenaga kerja, serta dampak ekonomi dari perubahan permintaan dan penawaran.
#4 Menjadi tangguh dan elastis
Keluar dari krisis ini pasti akan menciptakan era “next normal”, dan meninggalkan frasa “business as normal” selamanya. Beberapa karyawan mungkin kembali ke kantor secara penuh. Orang lain mungkin memilih untuk bekerja dari jarak jauh 100% untuk saat ini. Beberapa orang mungkin memutuskan untuk membagi waktu mereka di antara dua opsi. Perusahaan dengan cakupan global akan membutuhkan divisi HR untuk mengembangkan model operasi yang diatur terpusat dan dijalankan lokal untuk secara efektif menanggapi tantangan saat ini di tingkat lokal, kota, maupun negara.
Hari ini, COVID-19. Besok, dunia ini dapat mengalami krisis yang berasal dari pemanasan global. Apapun yang terjadi, para pemimpin HR harus secara proaktif mempersiapkan bisnis untuk dunia normal dan baru berikutnya. Setiap rencana darurat yang berdampak pada masyarakat harus flexible agar bisa menyesuaikan dengan tuntutan krisis. Setiap rencana darurat juga harus cukup kuat untuk meminimalkan gangguan bisnis.
Realitas ini pasti akan menginspirasi kebijakan dan rencana komunikasi inovatif untuk mengatasi a world of new habits yang kemungkinan akan diadopsi untuk mencegah terulangnya pandemi dan mempersiapkan krisis di masa depan. Selain itu, perubahan dalam Employee Experience harus sejalan dengan persyaratan peraturan, risiko kompetitif, dan peluang yang muncul, serta memperkuat pemikiran, keyakinan, dan tujuan perusahaan.
Bagaimana para pemimpin HR menangani masalah krisis hari ini dalam jangka panjang
Para pemimpin HR pasti akan tetap berada di garis depan untuk menanggapi bisnis di tengah pandemi COVID-19. Kebanyakan dari mereka sudah bekerja berjam-jam selama krisis ini. Dalam krisis khusus ini, tim HR adalah pahlawan perang di sebagian besar perusahaan. Dengan alat dan keterampilan yang tepat, HR dapat menunjukkan fleksibilitas, kreativitas, dan empati yang diperlukan untuk memastikan tenaga kerja siap menghadapi apapun selama masa volatilitas ini begitu pula tentang masa kemakmuran dan pertumbuhan.
Automasi merupakan salah satu cara bagi divisi HR untuk menggeser budaya bisnis menuju era New Normal. Dengan menggunakan automasi, HR tidak akan lagi melakukan pekerjaan yang repetitif. Sehingga, pemanfaatan waktu dan biaya akan menjadi lebih baik lagi.
Pelajari lebih jauh bagaimana HR dapat bertransformasi ke digital pada era New Normal di sini.