Virtual event perdana WTalk yang diadakan pada 29 Juli 2021 kemarin, secara santai, membahas tentang teknologi Cloud dan Disaster Recovery Center. Sebelum masuk ke uraian singkat event tersebut, ada baiknya Anda membaca informasi di bawah ini dulu untuk pemanasan. Oke, dimulai dengan pertanyaan Disaster Recovery adalah?
Disaster Recovery Adalah?
Sebelumnya, kita semua harus tahu apa itu Disaster Recovery. Disaster Recovery adalah seperangkat kebijakan, alat dan prosedur untuk memungkinkan pemulihan (recovery) IT system dan IT infrastructure vital setelah terkena bencana alam atau bencana akibat manusia.
Provider Cloud saat ini bahkan sudah menawarkan solusi CDR. Secara singkat, Cloud Disaster Recovery adalah layanan berbasis Cloud yang membantu memulihkan seluruh sistem perusahaan Anda yang rusak karena bencana alam atau bencana akibat manusia.
Menurut FEMA, (Federal Emergency Management Agency) atau Lembaga Penanganan Bencana Federal di Amerika Serikat, 40-60% perusahaan skala kecil tidak bisa membuka kembali bisnisnya, setelah sistem mereka terkena bencana. Masih dengan sumber yang sama, 90% adalah persentase gagal bisnis jika dalam 5 hari perusahaan Anda belum bisa kembali seperti semula akibat bencana.
Datto juga memmberikan insight yang senada. Menurut Datto, kerugian akibat Downtime dari sebuah perusahaan adalah sebesar 10.000 USD sampai 5.000.000 USD per jam.
Dilihat dari sudut pandang manapun, Cloud Disaster Recovery adalah tindakan “mitigasi bencana” untuk perusahaan yang semakin penting seiring berjalannya waktu.
Disaster Recovery Adalah Hal yang Cukup Langkah di Indonesia
Permasalahan Cloud Disaster Recovery juga mengitari ekosistem perusahaan di Indonesia, Bahkan menurut Indonesian Cloud, 80% perusahaan Indonesia tidak memiliki Disaster Recovery Center. Mereka masih mengandalkan Primary Data Center berbentuk fisik yang tentu, rawan akan bencana alam maupun bencana akibat manusia.
Oh, ada lagi satu hal yang menjadi musuh besar perusahaan Indonesia
Hal itu adalah Malwares. Malwares biasanya terdiri dari computer virus dan ransomware. Mereka adalah musuh besar bagi pertahanan data perusahaan di Indonesia. Menurut Verizon, dalam laporannya yang berjudul “2019 Data Breach Investigations Report”, 43% serangan ransomware terjadi pada bisnis berskala kecil.
Oh…. itu kan laporan Verizon USA, yang berarti kita di Indonesia tidak termasuk ke dalam respondennya.
Iya benar, tapi bukan berarti Indonesia terbebas dari serangan ransomware. Menurut Kaspersky, tahun 2019, Indonesia mengalami upaya serangan ransomware sebanyak 967.372 kali dan tahun 2020 sebanyak 298.892 kali. Terlihat menurun, namun masih merupakan angka serangan yang cukup besar.
SMEs atau Small and Medium Enterprises adalah target mereka, menurut Kaspersky.
Mengapa? Karena mereka menganggap SMEs memiliki level security yang rendah, termasuk tidak adanya Disaster Recovery Center.
Ingat, ransomware adalah “bencana akibat manusia”.
WTalk: Internet Service Provider dan Ransomware adalah dua hal yang menjadi masalah para enterprises.
Dalam event ngobrol santai ini, para ada beberapa pakar dan representative perusahaan yang saling bertukar pikiran tentang teknologi Cloud. Namun, ada beberapa poin yang harus diperhatikan dalam obrolan ini.
Internet Service Provider di Indonesia Belum Rata
Bapak Filari Filber dari PT Ecogreen Oleochemicals setuju dengan penggunaan teknologi Cloud untuk perusahaan. Beliau berkata “data yang banyak dan kecepatan yang mumpuni adalah dua hal yang sangat dibutuhkan oleh suatu perusahaan.”
Bapak Alexander Siregar dari Everbest Group berkata “kami, sebagai perusahaan yang bergerak di retail, menggunakan teknologi Cloud untuk Inventory System dan POS (Point of Sales) System.” Perusahaan ini menggunakan Microsoft Dynamics AX sebagai Inventory Systemnya yang kemudian sudah diganti dengan Microsoft Dynamics 365 yang full berbasis Cloud.
Teknologi cloud memang membantu operasional mereka, namun masalah Internet Service Provider yang kurang merata adalah hambatannya. Setidaknya, itulah yang dikeluhkan oleh Bapak Agung Haryono, perwakilan dari perusahaan Viva Kencana Investindo.
Beliau mengutarakan kalau ISP yang digunakan saat ini, sering “timeout”. Hal ini tentu mempengaruhi operasional cloud nya. Hal yang senada juga disampaikan oleh Bapak Sinta Rahman, perwakilan dari SOGO Department Store.
SOGO Department Store memiliki banyak cabang dan setiap cabang memerlukan koneksi internet untuk “menyampaikan” sales. Namun, ada beberapa cabang SOGO yang hanya memiliki koneksi internet dengan kecepatan 5 Mbps. Tentu, kecepatan seperti ini sangat kurang jika ingin memanfaatkan seluruh kemampuan teknologi Cloud.
Ransomware Adalah Ancaman Serius
Tidak hanya seputar masalah ISP, mereka, para narasumber, juga pernah mengalami serangan ransomware.
Bapak Alexander dari Everbest menceritakan pengalaman serangan ransomware yang dialami perusahaannya. Saat itu, beliau masih menggunakan Microsoft Dynamics AX. Ada suatu momen yang mengharuskan seseorang lain masuk ke server. Beberapa hari berikutnya, tiba-tiba server langsung terencrypt (terkunci) dan pihak penyerang mengeluarkan beberapa syarat untuk membuka encryption tersebut. Akhirnya, perusahaan memilih untuk install ulang server dan backup apapun yang masih tersisa.
Hal yang sama juga terjadi menurut Bapak Sinta Rahman. Sebuah komputer khusus tim IT tiba-tiba terkunci karena ransomware. Untungnya, ransomware hanya menyerang PC tersebut, tidak sampai menjalar ke server. Perusahaan memutuskan untuk “mengkarantina” saja PC tersebut.
Narasumber yang lain bercerita kalau selama ini belum pernah terkena serangan ransomware, salah satu diantaranya adalah Bapak Arianto Sutomo dari PT Paramita Abirama Istasasdhya.
Solusinya Adalah…..
Dari semua permasalahan tersebut, Bapak Nathan Gusti Ryan, Owner XP Solutions dan VMware Expert, menyarankan istilah Zero Downtime IT Infrastructure.
Untuk mencapai hal ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Beberapanya adalah:
Power source – Harus ada minimal dua power supply untuk data center yang juga harus terhubung dengan dua UPS (Uninterruptible Power Supply) juga.
Harddisk – Harus menggunakan Harddisk dengan konfigurasi RAID 5 dan 6.
Server – Harus ada minimal dua server. Server utama down, langsung switch ke server cadangan. Setidaknya, gunakan server Hybrid (data center fisik dan data center cloud) atau cloud semua.
Data Center – Harus ada minimal dua data center. Server memerlukan data center untuk beroperasi. Setidaknya, gunakan data center Hybrid (data center fisik dan data center cloud) atau cloud semua.
IT Admin – Harus ada minimal dua orang. Jika satu IT Admin sedang berhalangan, IT Admin kedua bisa mengambil alih.
Solusi berikutnya disampaikan oleh Bapak Gautama WIjaya dari PT Weefer Indonesia. Di sini beliau menekankan kalau DRC (Disaster Recovery Center) memang perlu untuk perusahaan, terutama yang berbasis Cloud.
Ada beberapa fitur penting yang ada di dalam DRC berbasis Cloud.
Fitur pertama adalah data versioning. Ilustrasinya seperti ini.
Ada sebuah data yang sedang Anda kerjakan. Tiba-tiba data ini rusak, maka sistem DRC berbasis cloud tadi akan mengirimkan data versi sebelumnya. Jadi Anda tidak mengulang dari 0 lagi.
Fitur kedua adalah Availability Zones. Ilustrasinya seperti ini.
Anda punya server + data center berbasis cloud di region A. Ternyata, region A sedang bermasalah karena suatu bencana alam atau bencana akibat manusia. Secara otomatis dan cepat, server + data center cloud Anda mengaktifkan dirinya di region B, begitu seterusnya.
Closing Thought
Disaster Recovery Center adalah prioritas. Setidaknya prioritas setelah masalah ISP di Indonesia terselesaikan.
ISP adalah kompleks dan mungkin butuh regulasi lebih lanjut dari pemerintah. Ada beberapa tempat retail yang mengharuskan penyewa untuk menggunakan ISP tertentu, padahal ISP nya tidak berkualitas. Hal inilah yang sering Anda lewatkan saat menyetujui agreement sewa tempat.
Ransomware bahkan pernah menyerang data pemerintah. Beberapa kali data breach terjadi dan bahkan, diperjualbelikan. Ini adalah masalah serius. Untuk hal ini, sebuah DRC dan Antivirus kelas Enterprise adalah solusi pertahanan yang paling cocok.
Coba Anda lakukan sebuah critical meeting perusahaan untuk membahas apa saja risiko dari semua ini dan apa cara preventif untuk semua risiko tersebut. Anda sudah tidak bicara masalah “backup plan” lagi. Anda butuh sebuah “contingency plan” yang realistis. Semoga dengan adanya obrolan ringan ini, Anda semakin tahu tentang Disaster Recovery Center.
Scroll ke bawah lagi biar bisa tahu bagaimana caranya ikutan.
Hmm… Apakah ada seri WTalk selanjutnya?
Oh tentu ada….
Obrolan spesial dengan topik keren seputar bisnis dan teknologi bersama para expert dan perwakilan perusahaan akan terus diadakan setiap bulannya.
Special… what special?
Kami kirimin kopi agar Anda semakin rileks dalam ngobrol. Iya benar, Anda tidak salah baca. Sekali lagi, akan ada kopi menuju ke pintu depan Anda yang siap untuk menemani obrolan ini.
Anda bisa daftar menjadi pendengar saja atau ikut ngobrol bareng narasumber, semua pilihan ada di tangan Anda. Cukup klik banner dibawah, daftar dan ayo ngobrol.