“Secara Global, keterlibatan karyawan hanya terjadi kurang lebih sekitar 20%” — Gallup.
Di awal tahun 2022 ini, mungkin, Anda akan atau masih berhadapan dengan sebuah pertanyaan “bagaimana memotivasi karyawan agar memiliki komitmen dalam bekerja?”. Salah satu jawaban dari pertanyaan itu masih dan akan selalu employee engagement atau keterlibatan karyawan.
Untuk informasi, per pekan ini, mayoritas lembaga pendidikan negara kita sudah kembali melakukan pertemuan tatap muka 100%. Itu berarti, beberapa karyawan Anda yang memiliki buah hati, bisa saja tidak fokus bekerja karena masih khawatir dengan varian omicron di luar sana.
Loh… tidak ada hubungannya kan?
Tentu ada.
Tahukah Anda kalau 73% pekerja, sekarang, lebih peduli dengan work-life balance. Pandemi mengajarkan mereka kalau kesehatan fisik dan psikis serta waktu yang dihabiskan dengan orang terdekat itu sangat penting. Mereka bahkan tidak segan untuk meninggalkan perusahaan jika memang perusahaan tidak mau tahu akan hal ini.
Oleh sebab itu, “sektor” keterlibatan karyawan perusahaan harus segera memperhatikan hal tersebut. Keterlibatan, saat ini, menjadi semakin luas. Mulai dari tentang menyukai pekerjaan, kepedulian terhadap rekan kerja, kualitas kinerja, budaya kantor, kesehatan fisik dan psikis, tunjangan kesehatan untuk keluarga, dan masih banyak lagi.
Mengapa bisa meluas? Salah satu jawabannya karena manusia merupakan makhluk hidup yang dinamis.
Sudah saatnya perusahaan menempatkan karyawan atau pekerja sebagai manusia yang bekerja, bukan lagi mesin kerja pencetak keuntungan.
Tingkatkan Keterlibatan Karyawan dengan Cara Di Bawah Ini
Dari semua tips bagaimana cara meningkatkan keterlibatan karyawan di luar sana, ada 5 cara rahasia bagaimana meningkatkan employee engagement atau keterlibatan karyawan. Terima kasih kepada Michele McGovern, seorang Development Strategist dari Success Fuel, yang sudah mau berbagi hal ini ke kami.
1.) Tetapkan Goals atau Tujuan yang Lebih Baik dan Realistis
Ketika karyawan Anda tidak paham atau, katakanlah, menganggap tujuan Anda tidak bisa dicapai, maka mereka tidak akan engaged atau terlibat dengan “roda perusahaan”. Dengan kata lain, tingkat komitmen karyawan terhadap perusahaan bisa menurun.
Setiap orang mulai dari eksekutif perusahaan hingga manajer atau team leader perlu menjaga tujuan tetap “terlihat”, “masuk akal” dan, mudah diingat. Nantinya, karyawan Anda akan dapat memprioritaskan pekerjaan mereka dan menjadi engaged atau terlibat dengan perusahaan. Hal ini mendorong terbentuknya keterlibatan kerja.
Keterlibatan kerja, menurut buku Organizational Behavior, adalah keterlibatan fisik, mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok atau organisasi yang dapat mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok serta berbagai tanggung jawab untuk mencapai tujuan tersebut.
Beberapa tips untuk menetapkan goals atau tujuan dengan lebih baik:
- Untuk menetapkan tujuan, manajer dan karyawan harus saling berkomunikasi. Hal ini bertujuan untuk menentukan tingkat kelayakan, bottlenecks, dan deadlines dari suatu goals agar lebih efektif
- Sejajarkan tujuan profesional karyawan dengan tujuan perusahaan Anda. Jadi, mereka akan punya minat “pribadi” dalam mencapai kesuksesan perusahaan.
- Tetapkan ekspektasi yang jelas terhadap proses, garis waktu, umpan balik, dari suatu goals. Tetapkan juga penghargaan dan konsekuensi untuk hal ini.
- Memantau tujuan secara teratur, progress reports dan training perlu tapi harus tetap disesuaikan dengan kebutuhan.
2.) Tunjukkan Kalau Perusahaan Peduli
Perusahaan sebaiknya (cenderung ke harus sebenarnya) menunjukkan atau meningkatkan tingkat kepedulian terhadap karyawan agar mereka bisa engaged.
“Kami melihat kalau sekarang ini tingkat kepedulian semakin meningkat dan pasti akan (atau sudah) menjadi center of decision-making, bisa mengurangi burnout dan meningkatkan kebahagiaan di tempat kerja,” — Mark Lobosco, VP of Talent Solutions di LinkedIn.
Faktanya, karyawan yang merasa diperhatikan dan dipedulikan di tempat kerja akan tiga kali lebih mungkin untuk bahagia bekerja di perusahaan Anda. Fakta ini bisa Anda baca di Employee Well-Being Report 2021 dari Glint, a part of Linkedin.
“Ini berarti, manajer harus terus menyesuaikan style mereka dan membangun soft skill untuk menarik dan mempertahankan talent,” kata Lobosco. Ada 2 tips kecil untuk manajer atau team leader agar bisa “menyesuaikan” untuk hal ini:
Tunjukkan beberapa kesedihan dan kekhawatiran Anda. Anda harus menunjukkan ke tim, kalau Anda sebagai manajer ini jugalah manusia. Manusia yang punya berbagai emosi, kekhawatiran, kesedihan, ketakutan, dan lainnya. Dengan hal tersebut, tim Anda akan semakin terbuka. Bilang ke mereka, ada saatnya kita semua harus tegar dan ada saatnya juga kita semua benar-benar frustasi dan stress. Jadi, ayo saling bercerita dan kurangi dinding pembatas antara Anda dan tim.
Jadilah pendengar yang baik. Saat Anda berbicara secara informal dengan karyawan, be fully present. Anda harus mendengarkan mereka baik-baik, kalau perlu coba follow-up dengan pertanyaan agar mereka merasa didengar.
3.) Fleksibilitas
Sejak pandemi, tidak hanya kesehatan fisik, kesehatan mental juga menjadi lebih penting. Salah satu kunci untuk mencapainya adalah “work-life balance”
Bagaimana caranya melakukan itu? Fleksibilitas.
Fleksibilitas merupakan salah satu, ingat salah satu saja, elemen penting untuk urusan “work-life balance”. Beri manajer suatu wewenang untuk memberikan kelonggaran deadline pada tim atau karyawannya adalah solusi yang bisa Anda coba.
4.) Beri Wewenang Manajer untuk “Mengintervensi” Tim
Semenjak pandemi, ada kemungkinan kalau banyak karyawan Anda memilih berhenti atau diberhentikan karena suatu alasan. Karena itu, karyawan yang masih bertahan akan merasa lebih sibuk atau bahkan kewalahan.
Manajer atau team leader yang tahu kapan harus berbicara dengan karyawan yang sedang mengalami hal seperti ini adalah kuncinya. “Intervensi” semacam ini dibenarkan dalam sebuah buku yang berjudul “Overload: How Good Jobs Went Bad and What We Can Do About It”.
Erin Kelly, penulis buku tersebut, bilang kalau seorang manajer sebaiknya punya ilmu atau, setidaknya, awareness tentang deteksi dini gejala kelelahan, burnout, dan lainnya. Hal ini, secara signifikan, bisa “memperbaiki” karyawan yang sedang mengalami gejala-gejala tersebut.
5.) Jangan Lupakan Budaya Perusahaan
Dalam lingkungan kerja jarak jauh dan hybrid, banyak budaya perusahaan yang telah “terdilusi”. Apalagi untuk karyawan baru yang baru dipekerjakan selama atau tepat sebelum pandemi. Mereka mungkin mulai merasa asing dan jauh dari nilai-nilai budaya perusahaan Anda.
Untuk mengatasi hal ini, Anda sebaiknya, secara teratur, membagikan nilai-nilai budaya melalui software perusahaan, yang paling sering dan pasti digunakan adalah software HRIS. Software ini kan benar-benar pusatnya segala keperluan karyawan, mulai dari clocking, manajemen cuti, kalender perusahaan, dan masih banyak fungsi lainnya.
Oleh sebab itu, carilah sistem teknologi atau software HRIS yang fully customizable menurut kebutuhan dan preferensi perusahaan Anda. Nanti, ketika sedang berada dalam proses kustomisasi, Anda dapat memasukkan fitur pengingat nilai-nilai budaya perusahaan Anda.
“Menggunakan teknologi untuk berinteraksi dengan orang di seluruh organisasi Anda dapat menciptakan rasa kebersamaan dan membantu mereka merasa lebih terhubung dengan misi dan nilai budaya perusahaan Anda.” kata Michele McGovern sebagai penutup.
Jika Anda masih ingin berdiskusi terkait hal ini atau punya pertanyaan lain seputar keterlibatan karyawan, silakan klik banner di bawah ini. Terima kasih sudah membaca dan semoga bermanfaat.