cara menghitung lembur

49% Pekerja Tidak Dapat Uang Lembur. Begini Cara Menghitung Lembur Berdasarkan UU Cipta Kerja

Share on:

Benar begitu? Berdasarkan survei yang dihimpun oleh Ciphr, dari 1.000 pekerja yang tersebar di seluruh wilayah Inggris Raya, 49% dari mereka mengaku kalau tidak mendapatkan uang lembur. Bagaimana dengan Indonesia, sayangnya kami belum menemukan data persentase yang dapat mewakili hal ini, tetapi jika Anda browse hal ini sejumlah pekerja mengaku tidak diberi uang lembur. Ada yang diberi uang lembur tapi jumlahnya tidak sesuai, bahkan ada yang uang lemburnya diganti dengan makan. Nah, di sini, Anda para karyawan harus tahu bagaimana cara menghitung lembur karyawan berdasarkan aturan pemerintah yang berlaku. Jadi, semisal kantor Anda kurang transparan terkait ini, Anda bisa membuktikannya. Baik, mari simak penjelasan dibawah ini untuk penjelasan lengkapnya!

cara menghitung lembur perlu diketahui oleh karyawan

Apa itu lembur?

Mungkin Anda familiar dengan catchphrase iklan Ramayana yang sempat viral dulu, yang bunyinya seperti ini, “Kerja lembur bagai kuda”. Nah, kali ini kita tidak membahas itu tapi lebih bahas ke istilah lembur ini itu apa dan bagaimana cara menghitung lembur berdasarkan UU Cipta Kerja terbaru. 

Lembur atau beberapa lainnya menyebutnya dengan Overtime secara definisi adalah waktu kerja tambahan yang dilakukan di luar jam kerja yang telah disepakati 2 pihak. Sebagai contoh, jika ada karyawan yang bekerja selama 10 jam dalam satu hari, padahal kesepakatannya itu hanya 8 jam per hari, maka karyawan tersebut harus diberi upah lembur sebanyak 2 jam. Misalnya, Anda mempekerjakan 4 orang tukang bangunan. Jam kerjanya dari jam 8 sampai 5 sore dengan kesepakatan gaji harian. Eh, ternyata, ada satu hari di mana mereka bekerja sampai jam 7 malam. Nah, berarti, Anda harus bayar lembur mereka selama 2 jam itu plus gaji harian yang disepakati sebelumnya. 

Dulu, lembur itu tidak boleh melebihi 3 jam per 1 hari atau 14 jam per 1 minggu. Nah, tetapi, ada pembaruan dalam hal ini yang tertera pada PP 35/2021. Sekarang waktu lembur tidak boleh melebihi 4 jam per 1 hari atau 18 jam per 1 minggu. Dan, ada pro kontra terkait peraturan baru ini. Anyway, ada peraturan lain loh terkait lembur.

Peraturan “lain” terkait lembur

Begini, di Pasal 78 ayat (2) UU 13/2003, ada “pengecualian” terkait siapa yang berhak menerima upah lembur. Siapa mereka? Semua karyawan yang jobdesk-nya murni sebagai pemikir, perencana, pelaksana, dan pengendali jalannya perusahaan. Oh, dan karyawan lain yang yang kerjanya memang tidak dibatasi oleh waktu kerja yang ditetapkan perusahaan asalkan tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku juga termasuk di sini.

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Karyawan Pasal 7, perusahaan yang mempekerjakan karyawan selama waktu lembur memiliki beberapa kewajiban. 

  • Pertama, perusahaan harus membayar upah kerja lembur sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu. 
  • Kedua, perusahaan harus memberi kesempatan kepada karyawan untuk beristirahat secukupnya. 
  • Ketiga, perusahaan harus menyediakan makanan dan minuman jika kerja lembur dilakukan selama 3 jam atau lebih. 

Untuk poin ketiga, pemberian makan dan minum tidak boleh digantikan dengan uang.

Sejarah Singkat Adanya Peraturan Lembur

Jadi, aturan lembur ini sebenarnya dimulai dari kapan dan di mana yah?

Di tahun 1869, presiden AS Ulysses S. Grant memperjuangkan eight-hour workday untuk PNS. Dari sini, protes bermunculan dari beberapa serikat pekerja Amerika yang menginginkan kalau kerja 8 jam ini juga diterapkan di sektor swasta (bahkan, ada beberapa laporan kalau sektor swasta bekerja hampir 16 jam sehari). Di tahun 1916, ada sebuah undang-undang bernama Adamson Act yang menetapkan kalau 8 jam kerja wajib hukumnya. Ford Motor Company akhirnya jadi perusahaan swasta besar pertama yang menerapkan peraturan ini. Dari sini, aturan 8 jam kerja mulai banyak dilakukan.

Kemudian, di tahun 1938, di tengah masa-masa the Great Depression, presiden Franklin D. Roosevelt menandatangani Fair Labor Standards Act. Peraturan ini secara garis besar mengatur standar upah minimum dan mengatur regulasi pembayaran upah lembur, bahkan mengakhiri child labor. Sekarang, urusan lembur kerja masuk ke dalam wewenang Department of Labor dan, seiring berjalannya waktu, sejumlah negara lain juga memiliki aturan lemburnya masing-masing. 

Bagaimana dengan Indonesia?

Peraturan pertama terkait upah lembur tertulis pada Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Undang-undang ini mengatur berbagai aspek terkait hubungan kerja, termasuk ketentuan tentang lembur yang diatur secara terperinci dalam Pasal 77 hingga Pasal 81. Apa saja hak-hak pekerja yang lembur, bagaimana pengawasan dan penegakannya, indikator waktunya bagaimana, semua telah tertulis di UU tersebut beserta turunannya. 

Cara Menghitung Lembur Beserta Rumusnya

Oke, kita masuk ke bagian hitung-hitungan. Anda para karyawan yang sering lembur tapi merasa uang lemburnya kurang, coba simak ini dengan baik siapa tahu bisa membantu.

cara menghitung lembur dan rumusnya

Jam pertama lembur

Untuk jam pertama lembur Anda bisa melakukan penghitungan dengan rumus:

= jumlah jam lembur x 1,5 x 1/173 x gaji sebulan 

Perlu dipahami, nominal gaji sebulan pada skenario pengajian di atas adalah 100% dari gaji karyawan apabila dia memiliki tunjangan tidak tetap. Sebaliknya, jika karyawan tersebut mendapat tunjangan tetap, maka penghitungannya hanya diambil 75% total gaji.

Jam kedua lembur dan jam-jam seterusnya

Untuk jam kedua lembur dan jam-jam selanjutnya rumusnya akan sedikit berbeda. Begini contohnya:

= jumlah jam lembur x 2 x 1/173 x gaji sebulan

Berbeda dari penggajian lembur jam pertama, jika lembur memasuk jam kedua dan seterusnya, maka rumusnya itu dikalikan 2.

Lembur pada Hari Minggu atau Hari Libur Nasional

Di bagian sebelumnya, itu skenario kalau lembur di hari kerja normal. Nah, bagaimana kalau Anda harus lembur di hari libur nasional atau hari minggu. Begini rumusnya:

5 Hari Kerja

Jika perusahaan Anda menggunakan aturan 5 hari kerja, maka cara menghitung upah lemburnya adalah 2 x upah sejam untuk 8 jam pertama, 3 x upah sejam untuk jam kesembilan, dan 4 x upah sejam untuk jam kesepuluh, kesebelas dan seterusnya.

Perusahaan dengan 6 hari kerja

Kalau perusahaan yang menggunakan aturan 6 hari kerja, maka rumusnya menjadi seperti ini. 2 x upah sejam di 7 jam pertama, 3 x upah sejam untuk jam kedelapan, dan 4 x upah sejam untuk jam kesembilan, kesepuluh dan seterusnya.

Hari libur nasional

Jika hari libur nasional atau tanggal merah tepat pada hari kerja paling pendek yaitu hari Jumat, maka rumusnya menjadi seperti ini. 2 x upah sejam untuk 5 jam pertama, 3 x upah sejam di jam keenam, dan 4 x upah sejam untuk jam ketujuh, kedelapan, dan seterusnya.

Contoh Cara Menghitung Lembur Karyawan 

Supaya lebih paham dengan rumusnya, berikut ini ada simulasi penghitungannya. 

Menghitung Lembur di Hari Kerja

Remi memiliki jam kerja 8 jam sehari atau 40 jam seminggu di kantornya. Nah, kebetulan lagi ada proyek yang amat sangat padat yang mana mengharuskan dia untuk kerja lembur selama 2 jam per harinya selama 2 hari. Jika penghasilan Remi 4.000.000, berapa upah lembur yang dia dapatkan semestinya?

Lembur jam pertama

= jumlah jam lembur x 1,5 x 1/173 x upah sebulan

= 2 jam x 1,5 x 1/173 x 4.000.000

= 69.364

 

Lembur jam kedua

= jumlah jam lembur x 2 x 1/173 x upah sebulan

= 2 jam x 2 x 1/173 x 4.000.000

= 92.485

 

Jadi, total upah lembur yang berhak didapatkan Remi adalah sebesar 69.364 + 92.485 = 161.849

Karyawan dan Perusahaan Harus Paham Cara Menghitung Lembur

Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang memanusiakan karyawannya. Hal kecil yang bisa dilakukan untuk hal itu adalah memberi hak upah lembur ke karyawan. Sebisa mungkin jangan sampai berbuat tidak adil di sini. Dan, untuk Anda para karyawan, Anda harus mencatat baik-baik penghitungan semacam ini.

Kembali ke sisi perusahaan, pengelolaan upah lembur jelas akan memakan banyak waktu , jika masih dilakukan secara manual. Untuk itu, Anda, para pemangku kepentingan bagian penggajian, sebaiknya memanfaatkan sistem payroll. Umumnya sistem ini, tidak hanya bisa mengelola penggajian, tetapi juga memiliki fitur lain seperti absensi, laporan timesheet karyawan, pengelolaan database karyawan, dan yang lainnya. 

Transparansi penerimaan gaji sampai meminimalisir human error adalah manfaat yang pasti Anda dapatkan. Sayangnya, Anda pasti belum tahu harus memulai dari mana. Tak perlu khawatir, Anda sudah menemukannya sekarang.

Transformasi Pengelolaan SDM Perusahaan Anda dengan Haermes!

Anda siap untuk membawa keberhasilan SDM Anda ke level berikutnya? Ayo, temukan potensi baru bersama Haermes!

Hubungi SalesDemo Gratis Sekarang

Share on:

Author

A. Alfan Alif
To the top
email-subscribe

Subscribe untuk mendapatkan Tips Terkini untuk Keberhasilan Transformasi Digital Anda!