“Indonesia masih di tahap awal belum bisa sepenuhnya menjalankan omnichannel yang mengintegrasikan penjualan daring dan luring, mungkin ada peritel lokal atau modern yang sudah menjalankan itu, tetapi masih sangat kecil persentasenya.” — Executive Director Retailer Vertical The Nielsen Company Indonesia Wiwy Sasongko.
Pernyataan Bapak Sasongko diatas itu terjadi pada bulan Januari 2020. Pada bulan ini, pandemi Covid-19 memang belum masuk Indonesia, namun negara lain yang sedang terkena sudah mulai melakukan new normal pada sektor bisnisnya.
Dari negara lain, kita semua bisa belajar kalau salah satu strategi ritel di masa pandemi agar bisa bertahan dari badai Covid-19 adalah dengan transformasi digital.
Relaksasi pembatasan kegiatan atau yang lebih dikenal di Indonesia dengan sebutan PPKM, saat ini, sudah mulai dilakukan. Beberapa bisnis sudah mulai berjalan lagi. Tapi, apakah strategi ritel di masa pandemi, yaitu transformasi digital, tetap berlaku sampai saat ini dan seterusnya? Tentu, Iya.
Kondisi Percepatan Digitalisasi Bisnis di Indonesia
Baca Artikel Bermanfaat Ini: Pengelolaan Bisnis Ritel Indonesia Saat Pandemi Bergantung Pada Teknologi Digital
Tentu, banyak faktor lain yang mempengaruhi cepat tidaknya sebuah proses transformasi digital. Namun, untuk saat ini digitalisasi sudah bukan lagi pilihan opsional, melainkan sebuah kewajiban. Ingat, efek pandemi akan terus terjadi kedepannya, dan konsumen sudah mulai melek teknologi. Setidaknya, itulah yang dikatakan Microsoft Indonesia dalam acara Microsoft Cloud Innovation Summit (MCIS) Indonesia.
Menurut Microsoft “74% bisnis di Indonesia telah mempercepat digitalisasi untuk beradaptasi dengan era Covid-19 dan pasca Covid-19. Strategi ritel di masa pandemi yang mereka mulai lakukan adalah meluncurkan produk digital, memperkenalkan pembayaran online, hingga merangkul e-commerce serta melakukan otomatisasi.
Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) juga menyampaikan hal yang serupa. Ketua Aprindo, Roy Mandey, berkata ”95% anggota ritel Aprindo sudah mentransformasikan bisnisnya ke digital”.
Sampai sini bisa disimpulkan bahwa Indonesia mau untuk bertransformasi digital. Dengan kemauan dan semakin meningkatnya digital consumers Indonesia, Pemerintah atau semua pihak berwajib harus segera memfasilitasi pemerataan teknologi, setidaknya, jaringan Internet terlebih dahulu.
Oke, kemungkinan besar Anda akan bertanya lagi, apakah ada strategi ritel di masa pandemi lain yang bisa dilakukan? Jawabannya, iya ada.
5 Strategi Ritel di Masa Pandemi Menurut Andrew Busby
Ada berbagai sumber yang memberikan jawaban tentang pertanyaan Anda tadi. Namun, dalam artikel ini, kami akan memberikan 5 langkah yang direkomendasikan oleh Andrew Busby.
Mengapa memilih Andrew Busby?
Untuk informasi, pak Busby ini mendapatkan award sebagai “Top 100 Retail Influencers 2021” yang diselenggarakan oleh Rethink Retail. Tidak hanya itu, beliau juga adalah Founder dari Retail Reflections. Mari kita mulai daftar langkahnya.
Pastikan Area Ritel Mematuhi Prokes
Masyarakat sudah mulai memiliki tingkat kesadaran akan kesehatan dan keselamatan yang tinggi. Meskipun belum 100%, mereka sudah mulai aware akan bahaya penyebaran Covid-19.
Oleh karena itu, sebisa mungkin, sediakan fasilitas penunjang protokol kesehatan seperti banner anjuran memakai masker, tempat cuci tangan, garis pembatas dan lainnya.
Lebih baik lagi kalau Anda mau menganjurkan konsumen untuk melakukan transaksi “no touch”. SOP semacam ini akan membuat pelanggan semakin merasa aman ketika akan melakukan transaksi.
Think Global, Act Local
Di era pandemi dan pasca pandemi, Anda, sebagai pemilik ritel lokal maupun modern, perlu melakukan sesuatu yang lebih dari “Customer First”.
Untuk menarik minat pelanggan, di mana mereka cenderung lebih demanding, Anda harus memberikan penawaran relevan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Dan, mungkin, tawarkan juga mereka suatu produk dengan semacam branding kalau ini adalah produk lokal.
Oke, begini simplenya.
Sebisa mungkin, lengkapi kebutuhan pelanggan hanya dengan toko Anda. Untuk melengkapi produk yang dibutuhkan pelanggan, Anda bisa mengambil barang dagangan dari UMKM sekitar. Pernyataan ini didukung oleh sebuah laporan dari McKinsey. Laporan tersebut menyatakan kalau sebuah toko serbaguna lokal yang, tentu, juga menjual produk lokal selama pandemi tetap bisa thriving.
Hal ini kemungkinan besar terjadi karena toko lokal tersebut sudah memenuhi kebutuhan dasar mereka dan konsumen, cenderung, masih takut jika harus berbelanja ke luar daerah.
BOPIS (Buy On-line Pickup In-Store)
Metode ini menjadi metode transaksi yang mulai naik daun juga. Beberapa pelanggan menggunakan metode ini karena ingin menghemat biaya, dalam kata lain tanpa biaya kurir.
Pelanggan pesan plus bayar beberapa kebutuhan di toko A. Toko A menyiapkan kebutuhan pelanggan tersebut. Saat pulang kerja, Toko A akan meletakkan pesanan langsung ke kendaraan pelanggan. Kurang lebih begitu prosesnya.
Di poin ini pelanggan akan merasa hemat karena “tanpa” kurir. Toko ritel akan merasa positif karena bisa menawarkan lebih banyak barang ke pelanggan dengan kata-kata “lebih hemat mumpung tidak pakai ongkir”.
Transformasi Digital Menjadi Kewajiban (jangan lupa bagian Customer Service)
Merujuk ke bagian awal artikel ini, Digital Consumers Indonesia semakin banyak, bahkan yang tertinggi di Southeast Asia. Oleh sebab itu, digitalisasi naik prioritasnya menjadi sebuah kewajiban.
Hal ini tentu berlaku untuk ritel lokal maupun ritel besar. Menjual produk melalui e-commerce atau media lainnya sudah sering dilakukan. Namun, untuk sektor “customer service”, hal ini sering dianggap remeh.
Mungkin untuk ritel lokal hal ini masih tergolong sederhana, tapi masalah besar ini akan sangat terlihat untuk ritel besar.
Digitalisasi bukan hanya jualan online. Customer service pun harus diperlakukan sama. Oleh sebab itu, ritel besar perlu menggunakan sistem Omnichannel Customer Service.
Baca Artikel Bermanfaat Ini: 5 Manfaat Omnichannel Customer Service untuk Semua Bisnis
Ritel besar kemungkinan punya pelanggan dengan preferensi channelnya masing-masing. Ada yang akan menghubungi pakai Livechat, E-mail, Whatsapp, Twitter, Telepon, dan lainnya. Dengan banyaknya channel tersebut, Anda harus melakukan sentralisasi agar semuanya bisa terkumpul dan diselesaikan oleh tim CS dengan mudah.
Ketika pelanggan sudah komplain di satu channel, kemudian Anda suruh mereka mengulangi komplainnya di channel lain, percayalah, mereka akan menghela nafas yang sangat panjang.
Ritel Sebagai Social Meeting Place
Tidak semua toko ritel bisa melakukan langkah ini, namun kalau terwujud toko Anda kemungkinan besar akan menjadi trendsetter.
Semisal, Anda mau membuka sneakers dan clothing store. Untuk menarik minat, Anda branding store Anda sebagai sebuah meeting place untuk pecinta sneakers. Nanti, di dalam toko itu, Anda berikan sebuah tempat untuk ngumpul, lengkap dengan peralatan multimedia untuk event, ada food court, dan ada juga beberapa fasilitas pendukung lainnya.
Dengan cara yang seperti ini, maka Anda bisa lumayan unggul dari para kompetitor Anda.
Pada Akhirnya…
Setiap bisnis, apapun jenisnya, memiliki cara masing-masing agar bisa bertahan. 5 langkah di atas bisa Anda jadikan sebagai petunjuk. Namun, jika Anda masih membutuhkan titik terang akan permasalahan bisnis ritel saat pandemi, Anda berada di artikel yang tepat karena….
Event diskusi santai WTalk seri ke-4 kali akan membahas masalah ini. Akan ada para expert di bidangnya yang akan berbagi insights dalam menemukan solusi ritel saat pandemi. Silakan klik banner di bawah ini untuk mulai bergabung dengan kami. Tanpa dipungut biaya dan akan ada juga segelas kopi hangat yang menuju ke lokasi Anda.