Prediksi Dunia Kerja di Tahun 2023 dari Profesor London Business School, Lynda Gratton

Share on:

Mungkin semua hampir setuju kalau tahun 2020 sampai 2022 merupakan tahun roller coster. Model kerja hybrid, inflasi, PHK, resesi ekonomi dan masih banyak lainnya telah silih berganti menyerang dunia kerja. 

Bagi seorang karyawan dan perusahaan, semua hal ini adalah mimpi buruk. Tunggu… perusahaan juga? Iya, karena menurut survei Job Openings and Labor Turnover Survey yang dilansir oleh CNBC, ada sekitar 50 juta pekerja yang resign di Amerika Serikat. Bagaimana dengan Asia Tenggara? Robert Walters merilis sebuah survei bertajuk The Great Resignation Reality Check. Di survei tersebut, 77% pekerja profesional Indonesia mempertimbangkan untuk mengundurkan diri. Namun, mereka masih berusaha bertahan karena belum punya pekerjaan pengganti. Karena itu, untuk mempersiapkan atau mengantisipasi dinamika ini, Anda berada di tempat yang tepat.

dunia kerja

Dunia kerja akan terus mengalami perubahan setiap tahunnya. Di tahun 2023 ini, seorang pakar future of work sekaligus profesor bidang manajemen dari London Business School bernama Lynda Gratton berbagi pandangannya terkait prediksi dunia kerja. Jadi, apa saja isinya, yuk kita simak bersama.

7 Prediksi Dunia Kerja yang Harus Anda Perhatikan 

World Economic Forum melakukan sesi wawancara dengan Lynda Gratton. Sesi wawancara tersebut menghasilkan beberapa tren atau prediksi dunia kerja yang harus diwaspadai pada tahun 2023.

Pertama) 4 Hari Kerja dalam Seminggu atau Fleksibilitas Kerja yang Lebih Luas

Menurut Gratton, empat hari seminggu hanyalah salah satu tren atau prediksi dunia kerja yang bisa kita lihat sedang berkembang-kembangnya. Prediksi ini masih termasuk ke dalam prediksi yang lebih luas, yaitu fleksibilitas kerja. Untuk Anda yang perlu informasi tambahan singkat mengenai tren ini Anda dapat menonton video di bawah ini.

Secara historis, jam kerja karyawan itu sebenarnya sudah semakin menurun atau semakin efisien karena sudah dibantu banyak teknologi. 

Namun, menurut dia, tidak hanya masalah teknologi saja yang menjadi alasan dalam 4 hari kerja ini. Masalah sosioeconomic juga berpengaruh di sini. Para orang tua saat ini mulai banyak yang memiliki dua sumber income. Ayah dan Ibu sama-sama bekerja selama 5 hari seminggu. Hal ini membuat “keharmonisan” keluarga sangat berkurang karena tidak adanya waktu yang memadai untuk sekedar duduk bersama. Saat semuanya, pulang kerja, semuanya sama-sama capek dan memilih untuk tidur.

Kondisi seperti inilah yang menjadi alasan besar mengapa pekerja profesional mulai demand kerja 4 hari dalam seminggu.

Kedua) Lebih Banyak Karyawan Bergabung dengan Serikat Pekerja

Inflasi, biaya pendikan, biaya hidup, dan biaya lainnya yang semakin tidak bisa diperkirakan membuat para karyawan sadar kalau mereka bisa tergantikan kapanpun. Tidak hanya itu, beberapa perusahaan “nakal” juga melakukan segenap praktik supaya mereka tidak perlu membayar kewajiban karyawannya yang terkena pemutusan hubungan kerja. Untuk memperkuat posisi para karyawan ini, dibutuhkanlah sebuah serikat kerja.

dunia kerja

Dengan berbagai ancaman tersebut, sejumlah karyawan mulai sadar akan pentingnya bergabung dengan serikat pekerja. Dulu, serikat pekerja selalu dikonotasikan dengan serikat yang berisi buruh kasar. Itu dulu, sekarang, bahkan karyawan profesional pun bersedia untuk bergabung dengan serikat pekerja karena beberapa di antara mereka tidaj dipenuhi haknya oleh perusahaan.

Ketiga) Berikan Otonomi Kerja yang Ideal ke Karyawan 

Poin ini agak tricky. Mengapa? Karena memberikan porsi otonomi kerja karyawan itu tidak mudah. Terlalu rendah otonominya, karyawan akan merasa terkurung. Di sisi lain, terlalu tinggi otonomi yang diberikan karyawan, bisa saja karyawan tersebut merasa kurang engaged karena ya dilepas begitu saja. Untuk itu, ada 2 cara yang mungkin bisa Anda terapkan untuk topik otonomi kerja ini.

  • Terapkan prinsip, bukan kebijakan

Sebuah guidelines tetap diperlukan dalam menciptakan hybrid workplace. Namun, harus ada common understanding dalam menciptakan guidelines tersebut. Tentu, setiap perusahaan punya caranya masing-masing dalam melakukan hal ini.  Salah satu contoh sederhananya adalah mengubah peraturan “harus WFO minimal 3 kali perminggu” menjadi peraturan “kami sangat menganjurkan karyawan untuk mempertimbangkan sendiri lokasi mana yang paling memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara paling efektif.”

  • Beri Karyawan Fasilitas yang Mereka Perlukan

Menurut salah satu artikel dari HBR, 71% karyawan saat ini menganggap kantor fisik sebagai kebutuhan sosial daripada sebuah  kewajiban untuk bisa bekerja, 85% dari mereka merasa cukup yakin kalau teknologi bisa menggantikan kantor fisik. Jadi, kalau memungkinkan “persenjatai” karyawan Anda dengan perangkat keras dan lunak yang memadai agar mereka memiliki porsi otonomi kerja yang ideal.

Keempat) Pengawasan Karyawan

Semakin banyaknya praktik kerja hybrid, semakin diperlukan juga sebuah metode untuk memantau mereka. Menurut survei dari digital.com, 60% perusahaan yang menerapkan model kerja hybrid sudah menggunakan software atau hardware untuk memantau aktivitas karyawan mereka. Diprediksi kalau angka ini akan terus naik.

pengawasan di dunia kerja

Untuk informasi, Satya Nadella, CEO dari Microsoft, bilang kalau kondisi seperti ini bisa memunculkan sebuah fenomena bernama “productivity paranoia.” Adanya paranoid seperti ini pasti lambat laun akan memengaruhi karyawan Anda. Jadi, Anda harus jaga porsi pemantauan karyawan agar mereka tidak “takut.”

Kelima) Kesejahteraan mental menjadi penting

Semakin banyak lagi karyawan yang peduli dengan kesehatan mental. HR Executive pernah melansir sebuah survei dari Gympass. Survei tersebut menyebutkan kalau 48% karyawan merasa wellbeing mereka menurun selama tahun 2022 kemarin. Ketidakpastian ekonomi, biaya hidup, resesi ekonomi dan berbagai hal buruk lainnya yang kapan saja siap menerkam mereka adalah sejumlah faktor penurun kesehatan mental karyawan. Hal ini mengakibatkan demand akan perawatan atau pencegahan memburuknya kesehatan mental akan meningkat di tahun 2023. 

Keenam) Persaingan untuk Mendapatkan Talenta Terbaik Masih Terus Berlanjut

Menurut laporan Hiring and Workplace Trends dari Glassdoor dan Indeed, di tahun 2023, pasar tenaga kerja masih senantiasa akan ketat karena para employers, tidak hanya mencari talenta yang terbaik, mereka juga cari yang mau bertahan lama. Turnover karyawan yang masih tinggi menjadi alasan dibalik hal ini.

talenta di dunia kerja

Berdasarkan laporan yang sama, salah satu pembeda agar Anda, para employers, bisa menonjol di pasar tenaga kerja adalah dengan memberikan benefits lain selain uang. Anda bisa menonjolkan kalau perusahaan sangat “menghormati” hak perempuan dengan memberikan cuti khusus atau sesuatu yang lainnya.

Kemudian, buzz hal tersebut ke media sosial supaya branding perusahaan Anda semakin positif.

Ketujuh) Transparansi Gaji Karyawan 

Transparansi gaji juga menjadi pusat perhatian di tahun 2023. Menurut salah satu artikel dari Harvard Business Review, seperlima dari semua karyawan di Amerika Serikat telah tercakup ke dalam UU transparansi gaji. UU ini menegaskan kalau karyawan berhak mendapatkan kejelasan informasi terkait rincian kompensasi atau bonus mereka. Tidak hanya itu, kontribusi mereka di perusahaan, bagaimana upaya mereka dihargai, dan beberapa hal lainnya terkait transparansi juga menjadi tujuan dari UU ini.

Semuanya Kembali di Kendali Anda

Pada akhirnya, semuanya kembali kepada masing-masing perusahaan dalam menentukan pendekatan mana yang paling masuk akal dalam konteks budaya, industri, dan tujuan kerja mereka. Namun, seandainya Anda bisa mengantisipasi prediksi dunia kerja ini dengan baik, kemungkinan besar karyawan Anda akan lebih termotivasi dan berkinerja lebih tinggi. 

Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut lainnya terkait transformasi apa yang harus dilakukan untuk menghadapi tantangan di tahun 2023, silakan klik banner di bawah ini untuk berdiskusi dengan tim terpercaya kami. Oke, sekian dulu bacaan kita saat ini. Semoga bisa bermanfaat dan terima kasih.

Share on:

Author

A. Alfan Alif
To the top
email-subscribe

Subscribe untuk mendapatkan Tips Terkini untuk Keberhasilan Transformasi Digital Anda!