Suka Duka Bekerja Dengan Jam Kerja Fleksibel

Suka Duka Bekerja Dengan Jam Kerja Fleksibel

Share on:

weefer – Jam kerja fleksibel saat ini digadang-gadang sebagai solusi terbaik bagi karyawan pada perusahaan modern. Banyak perusahaan di ibu kota yang menggunakan jam kerja fleksibel dengan maksud memberikan hak penuh pada karyawan agar dapat bekerja lebih baik, meningkatkan produktivitas, dan serta merta meningkatkan kreativitas mereka.

Banyak perusahaan-perusahaan startup yang bermunculan langsung menerapkan aturan jam kerja fleksibel ini dengan meniru beberapa perusahaan besar modern lainnya. Kemajuan teknologi membuat cara berpikir para pebisnis pun turut berkembang. Para pebisnis berpikir bahwa ketika hak-hak pekerja diutamakan, maka akan dapat mengurangi tingkat stres pada karyawan. Sehingga, mereka tak hanya dapat bekerja secara optimal, namun juga dapat menekan kerugian lain yang biasanya dialami perusahaan tradisional yang masih menerapkan jam kerja 8 jam perhari atau 40 jam dalam sepekan.

Jam Kerja Fleksibel

Beberapa perusahaan besar serta modern yang telah menerapkan aturan ini mengatakan bahwa karyawan mereka merasa hak-haknya terpenuhi, tingkat stres menurun, bahkan perusahaan mendapatkan peningkatan keuntungan karena karyawan menjadi lebih produktif. Para karyawan pun merasa dapat mengatur waktu mereka menjadi lebih baik antara waktu produktif untuk bekerja dan waktu untuk berlibur bersama keluarga ataupun teman karena mereka tak harus selalu hadir di kantor. Mereka dapat melakukan pekerjaan kantor di tempat yang mereka inginkan.

Namun, menanggapi hal ini, pemerintah merasa kesulitan karena telah ditetapkan dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasalnya, dengan adanya jam kerja fleksibel yang tidak kaku seperti jam kerja normal 8 jam ini, kebanyakan pekerja justru lengah dengan jam kerja mereka sendiri. Seperti wawancara yang dikutip dari Vice, seorang karyawan sebuah perusahaan startup bernama Yessiel kerap kali bekerja lebih dari 8 jam sehari tanpa sadar karena pekerjaan dadakan dan terus dikejar deadline. Bahkan, Yessiel tidak mengetahui bahwa waktu lembur tersebut harus dibayar.

Keadaan ini terus memburuk terutama dikalangan pekerja kerah putih karena kebanyakan perusahaan tidak menjelaskan pada saat wawancara dan tidak tertulis pada kontrak. Sehingga, para pekerja pun kekurangan informasi yang seharusnya wajib mereka ketahui untuk membela hak-hak pekerja.

Jam Kerja Fleksibel

Dulunya, para pekerja dengan jam kerja normal 8 jam sehari mengeluhkan bahwa mereka tak dapat mengatur waktu dengan baik dan merasa tak memiliki waktu untuk berlibur, lalu serta merta meminta perubahan menuju jam kerja fleksibel. Padahal, yang seharusnya para pekerja bisa mengatur waktu produktif mereka dalam bekerja, perusahaan serampangan dalam memberikan pekerjaan dadakan serta deadline yang memaksa karyawan tetap bekerja lebih dari 8 jam sehari bahkan tanpa membayar waktu lembur.

Akhirnya, jika ditilik ulang, bekerja normal 8 jam perhari dirasa lebih teratur, karena karyawan sudah tau kapan mereka mendapatkan hari libur. Namun, jika perusahaan benar-benar menerapkan dan mematuhi aturan jam kerja fleksibel, maka ini memang menjadi solusi terbaik bagi karyawan tersebut. Jadi, aturan mana yang lebih baik menurut Anda untuk diterapkan pada perusahaan, jam kerja wajib 8 jam perhari atau jam kerja fleksibel?


Anda dapat mengklik Request Demo untuk mendapatkan pengetahuan bagaimana menggunakan Haermes dimana Anda dapat mengatur jadwal karyawan dengan baik.

Share on:

Author

Leri

Categories: (1)

Update
To the top
email-subscribe

Subscribe untuk mendapatkan Tips Terkini untuk Keberhasilan Transformasi Digital Anda!