Pernah membayangkan mencetak sepatu, alat medis, bahkan rumah hanya dari sebuah desain digital? Inilah dunia Additive Manufacturing (AM) atau yang lebih dikenal sebagai teknologi 3D printing—sebuah pendekatan revolusioner dalam industri manufaktur yang kini semakin populer dan relevan di berbagai sektor. Alih-alih memotong atau membentuk bahan seperti metode konvensional, additive manufacturing adalah proses yang bekerja dengan menambahkan material secara bertahap, lapis demi lapis, hingga membentuk objek utuh. Teknologi ini tidak hanya mempercepat proses produksi, tetapi juga membuka peluang untuk desain yang lebih kompleks, efisien, dan personal. Di era industri 4.0, memahami additive manufacturing bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan strategis untuk menghadapi tantangan inovasi masa depan.
Apa itu Additive Manufacturing?
Additive Manufacturing (AM), atau yang lebih dikenal sebagai 3D printing, adalah proses manufaktur yang membentuk objek tiga dimensi. Caranya adaladengan menambahkan material secara bertahap berdasarkan desain digital. Berbeda dengan metode tradisional yang mengurangi material dari blok besar (subtractive manufacturing), AM membangun produk lapis demi lapis, memungkinkan pembuatan bentuk geometris yang kompleks dengan efisiensi tinggi.

Menurut ScienceDirect, additive manufacturing adalah proses pembuatan struktur tiga dimensi dari model desain berbantuan komputer (CAD) secara bertahap lapis demi lapis .
Sementara itu, menurut TWI Global, Additive Manufacturing adalah proses produksi industri yang dikendalikan oleh komputer untuk menciptakan objek tiga dimensi dengan menambahkan material secara berlapis. Proses ini memungkinkan pembuatan bentuk geometris yang kompleks dengan efisiensi tinggi, mengurangi limbah material, dan memungkinkan kustomisasi produk sesuai kebutuhan.
Baca Juga: 15 Program Manufaktur Terbaik di Indonesia 2025
Jenis-Jenis dan Contoh Additive Manufacturing: Mana yang Paling Cocok untuk Produksi Anda?
Additive manufacturing adalah proses yang bukan hanya tentang teknologi satu metode untuk semua. Di dalamnya, ada beragam pendekatan dengan teknik dan keunggulan yang berbeda. Pendekatan tersebut tergantung pada material yang digunakan, detail produk yang diinginkan, serta tujuan akhir proses produksi—apakah itu untuk prototyping cepat atau produksi komponen industri kelas berat.

Organisasi standar internasional ISO/ASTM 52900 telah mengklasifikasikan additive manufacturing ke dalam tujuh kategori utama. Masing-masing kategori ini punya cara kerja, bahan, serta aplikasi yang berbeda. Mari kita bahas satu per satu dengan lebih rinci, agar Anda bisa menentukan teknologi mana yang paling pas untuk kebutuhan bisnis atau produk Anda.
Vat Photopolymerization: Detail Tinggi, Permukaan Halus
Ini adalah salah satu metode paling awal dan paling presisi dalam dunia additive manufacturing. Stereolithography (SLA) dan Digital Light Processing (DLP) adalah dua teknik populer dalam kategori ini. Keduanya bekerja dengan cara memadatkan resin cair menggunakan cahaya UV, lapis demi lapis, hingga membentuk objek 3D.
Metode ini unggul dalam hal akurasi geometris dan kehalusan permukaan, sehingga sering digunakan untuk pembuatan model medis, dental aligner, atau prototipe desain yang menuntut visual sempurna.
Material Jetting: Serbaguna dan Multi-Warna
Seperti namanya, material jetting dalam additive manufacturing adalah sebuah teknik dengan menyemprotkan tetesan material cair (biasanya fotopolimer.) Lalu, tetesan tersebut langsung mengeras di permukaan kerja. Keunggulan utama material jetting adalah kemampuan mencetak dengan berbagai warna dan material secara bersamaan.
Itu sebabnya teknologi ini banyak digunakan untuk membuat prototipe visual realistis. Contohnya? seperti mock-up produk konsumen atau model arsitektur yang memerlukan detail estetika.
Binder Jetting: Efisien untuk Produksi Skala Besar
Berbeda dengan material jetting, teknik ini menyemprotkan agen pengikat (binder) ke atas lapisan serbuk material seperti pasir, logam, atau keramik. Setelah cetakan selesai, objek dikeringkan dan kemudian diproses lanjutan (biasanya sintering atau infiltrasi logam) untuk meningkatkan kekuatannya.
Binder jetting cocok untuk produksi komponen kompleks dalam jumlah besar, misalnya suku cadang logam ringan atau cetakan industri.
Powder Bed Fusion: Andal untuk Komponen Logam Presisi
Teknik ini menggunakan laser atau sinar elektron untuk melelehkan dan menyatukan butiran serbuk logam atau polimer dalam lapisan tipis. Varian populernya adalah Selective Laser Sintering (SLS) dan Electron Beam Melting (EBM).
Karena kemampuannya mencetak bentuk sangat kompleks dan kuat, powder bed fusion banyak digunakan di industri kedirgantaraan, alat medis, dan otomotif.
Material Extrusion: Terjangkau dan Cocok untuk Edukasi
Kalau Anda pernah menggunakan printer 3D desktop di sekolah atau lab, besar kemungkinan Anda menggunakan teknologi Fused Deposition Modeling (FDM.) Teknologi ini masuk dalam kategori material extrusion.
Prinsipnya cukup sederhana: filamen plastik dilelehkan dan dikeluarkan dari nozzle panas, lalu ditumpuk satu per satu untuk membentuk objek. Walaupun tidak setajam metode lain dalam hal detail, material extrusion sangat terjangkau dan efisien untuk prototipe cepat atau pembelajaran desain produk.
Directed Energy Deposition: Untuk Repair dan Material Logam Berat
Berbeda dengan metode lain, directed energy deposition (DED) digunakan bukan hanya untuk mencetak baru, tapi juga untuk memperbaiki atau menambahkan material ke bagian yang sudah ada. Teknik ini menggunakan sumber energi seperti laser untuk mencairkan material serbuk atau kawat saat sedang disalurkan.
DED banyak digunakan di industri maintenance mesin berat dan aerospace, di mana suku cadang mahal lebih efisien diperbaiki ketimbang diganti total.
Sheet Lamination: Murah dan Cepat untuk Model Sederhana
Teknik ini menggunakan lembaran material (seperti kertas, plastik, atau logam tipis.) Lalu, dipotong sesuai desain dan disatukan menggunakan lem atau pemanas. Walaupun tidak bisa menghasilkan komponen struktural yang kuat, sheet lamination cocok untuk membuat prototipe visual, dummy produk, hingga model arsitektur dengan cepat dan hemat biaya. </span>
Karena prosesnya tidak memerlukan material mahal atau teknologi tinggi, metode ini banyak dimanfaatkan oleh desainer, arsitek, dan pengembang produk awal untuk mengevaluasi bentuk dan ukuran desain secara fisik sebelum masuk ke tahap produksi yang lebih kompleks.</span>
Baca Juga: Masa Depan Industri Manufaktur Indonesia Terletak di Manufacturing Software, Begini Maksudnya
Mana yang Paling Sesuai dengan Kebutuhan Anda?
Setiap jenis additive manufacturing adalah punya kekuatan dan batasannya sendiri. Jika Anda butuh presisi tinggi, vat photopolymerization dan powder bed fusion bisa jadi pilihan. Tapi kalau tujuannya prototipe cepat dan biaya terjangkau, material extrusion bisa lebih ideal.
class=”yoast-text-mark”>style=”font-weight: 400;”>Dan jika Anda mengelola lini produksi, penting untuk menimbang faktor seperti biaya operasional, kompleksitas desain, dan volume produksi sebelum memilih teknologi.</span>
Ingin mengelola proses ini dengan lebih efisien? Tenang—di paragraf selanjutnya, kita akan bahas bagaimana software seperti SAP S/4HANA dari Weefer bisa membantu Anda mengintegrasikan additive manufacturing ke dalam sistem bisnis Anda. </span>
Dengan SAP S/4HANA dari Weefer, Anda bisa memantau proses produksi secara real-time, mengelola rantai pasok secara otomatis, hingga mengintegrasikan data desain dan permintaan pelanggan ke sistem manufaktur secara menyeluruh. Software ini dirancang untuk mendukung bisnis manufaktur modern yang dinamis dan berbasis teknologi tinggi seperti additive manufacturing. Jadi, bukan cuma soal efisiensi, tapi juga soal keunggulan kompetitif jangka panjang.
Maksimalkan Keunggulan Additive Manufacturing dengan SAP S/4HANA
Penggunaan Additive Manufacturing yang efisien membutuhkan sistem ERP yang kuat. SAP S/4HANA memberikan visibilitas penuh atas rantai pasok dan produksi Anda—mulai dari desain hingga distribusi.